Senin, 07 November 2011

Gaya Marah Kita Bagaimana ??



Sebenarnya ide ingin menulis tentang ini beberapa waktu lalu, hingga akhirnya baru bisa terealisasikan sekarang ini. Terinspirasi dari cerita beberapa orang teman, pengalaman sendiri, juga pengamatan dari keadaan dan orang orang sekitar.
Bicara tentang marah, siapa yang selama hidupnya tidak pernah marah ? jarang marah ? atau frekuensi marah yang paling jarang per sekian waktu ? tampaknya akan jadi hal yang lumayan menarik jika ada yang bersedia melakukan penelitian sukarela untuk hal ini, hanya saja siapa yang bersedia dan merasa menarik dan berkepentingan untuk itu ? namun berhubung kita tidak sedang mencari sukarelawan untuk penelitian hal itu sekarang ini jadi itu bukanlah hal atau point penting yang ingin kita bahas disini. Lalu apa ??
Begini, entah kenapa belakangan ini saya jadi ingin menuangkan dan setidaknya bicara melalui kata tentang hal yang menarik perhatian saya beberapa waktu lalu hingga kini. Ya, ini tentang bagaimana sesungguhnya penilaian kita, atau pihak selaku pengamat ketika melihat seseorang sedang marah atau meluapkan emosinya ?? apa yang terfikirkan ? sejauh ini menurut saya pribadi, mau tidak mau, sadar tidak sadar, cara marah / gaya marah, atau cara seseorang meluapkan emosi dalam bentuk amarah sepertinya memang akan menjadi aspek penilaian tersendiri bagi orang lain yang mengamatinya.

Bicara tentang pengalaman baik posisi sebagai seorang “pelaku” maupun “pengamat”, saya sendiri akhirnya merasa bahwa memang cara seseorang marah didepan orang lain sedikit banyaknya akan mempengaruhi penilaian orang lain padanya. Benar tidak ? atau bisa jadi punya pendapat lain ? silahkan saja ^^. Sedikit berbagi pengalaman bahwa saya juga pernah dihadapkan pada suatu kondisi yang benar – benar membuat saya emosi tinggi dan marah, hingga benar2 marah sampai akhirnya saya baru menyadari belum pernah marah sebegitunya pada orang lain dan pada moment yang memang melibatkan banyak orang disana. Hingga seiring waktu meski masalah itu telah “selesai” dan hubungan saya dengan orang2 yang pernah berada dlm lingkaran luapan emosi itu kembali “normal”, hingga kini kejadian itu terus menjadi bahan renungan dan pelajaran yang tak mungkin bisa terlupakan. Alhamdulillahnya, hingga kini belum pernah ada lagi kejadian serupa itu dan semoga jgn pernah ada lagi.

Nah, sekarang bicara sebagai pengamat, kini pendapat saya ketika melihat orang lain marah dan akhirnya saya merasakan ada frame / sejenis persepsi baru yang terbentuk setelah melihat amarah / caranya meluapkan amarah. Sebagai orang yang terlibat dlm Organisasi sudah menjadi hal yang lumrah dan tidak bisa dihindari bahwa suatu ketika kita akan dihadapkan pada sebuah pertemuan atau interaksi sebagai tim & bekerjasama untuk menyukseskan suatu Agenda atau acara. Pernah suatu ketika di Kampus ada sebuah agenda tahunan yang memang sudah menjadi keharusan dan ketentuan acara itu akan digarap atau dikelola oleh sebuah Tim kepanitian gabungan seluruh Organisasi yang ada di kampus mulai dari DPM, BEM, dan seluruh UKM. Saya ingat benar tentang seorang senior laki-laki ini, beliau yang saya kenal adalah tipikal orang yg tidak banyak bicara, agak pendiam dan baik hati, begitulah setidaknya yg tertangkap oleh saya juga melihat pergaulannya dengan teman2nya terlebih beliau memang menjabat posisi penting saat itu. Lalu hubungannya ? kembali tentang agenda itu, ketika kita semua sedang rapat membahas beberapa ketentuan dan kesepakatan yg akan dijalankan utk agenda tahunan itu, seorang peserta rapat tampaknya memicu hal yg membuat tidak nyaman kondisi rapat & perundingan. Sering memangkas ide yg lain namun jg tidak menawarkan solusi yg lebih baik, & parahnya, sikapnya sama sekali tdk menunjukkan cara yg membuat orang lain nyaman & terhormati, kesannya keberadaannya membuat yg lain tidak nyaman, termasuk saya disana saat itu. Tadinya saya berfikir kenapa tidak ada yg menegur atau mengambil sikap tegas terhadap anak itu ? Huft.. hingga akhirnya terjadilah hal itu : Sang senior yg saya sebut tadi menegur keras peserta rapat itu hingga akhirnya saya sadari pelan2 peserta rapat yg sedikit “ mengganggu” itu setidaknya “ meredam” dengan sendirinya. Pointnya : Saya baru pertama kalinya melihat beliau marah begitu & mau tidak mau akhirnya persepsi saya tentang beliau berubah : Hm,,, meski tidak banyak bicara & terkesan pasif ternyata beliau bisa “ngeri” juga kalau marah, hehehe..

Satu lagi belajar dari pengalaman seorang teman wanita yg bercerita pada saya, Dia yg biasanya harus menyambung transportasi dari rumah ke kampus atau sebaliknya bercerita bahwa suatu hari saat dlm perjalanan pulang dari kampus, seperti biasa ia turun ditempat seharusnya ia melanjutkan naik transportasi yg akan mengantarkannya ke rumah. Terus terang saat itu suasana hati & moodnya buruk, pasalnya dia merasa terbebani dgn beberapa keadaan dikampus & banyak fikiran, intinya dlm suasana hati yang buruk, begitulah. Nah, masalahnya kini adalah saat dia turun dari transportasi itu, seorang tukang calo menawarkan untuk naik ke sebuah transportasi yang lain saat itu juga. Berulang kali dan terkesan memaksa. Begitu ceritanya. Ia berusaha menolak berulang kali namun sang Calo tak juga mengerti (?) terus memaksa, taukah yg terjadi kemudian ? entah bagaimana mulanya hingga tiba2 saja kawan saya itu mengeluarkan kalimat : “ Apa liat-liat ? kutampar botak !”. Dueng !! saya tak berani menerka apa yg terfikir & bagaimana perasaan si Abang calo itu mendengar kalimat teman saya itu. Hanya saja, dengan jujur saya tertawa, campur haru juga ternganga mendengar cerita itu. Untuk beberapa alasan tentunya. Saya bukannya ingin menelusuri benar atau tidak, atau apalah tentang sikap teman saya itu, hanya saja setelah mendengar itu, ada beberapa hal yg membuat saya ternganga, lucu, juga perasaan yg sulit diterjemahkan. Beberapa hal yg saya fikirkan adalah : 1). Teman saya itu yg saya kenal hampir 4 tahun ini bukanlah orang yg bertipikal kasar, keras, atau lebih tepatnya saya blm pernah melihat dia mengeluarkan kata2 yg rada “ mengerikan sekaligus menggelikan” seperti itu sejauh pengalaman berinteraksi dgnnya selama ini. 2). Sebenarnya separah apa sih sikap sang Calo hingga dia mengeluarkan kata yg begitu rupa itu ??? :P. 3 ). Ini alasan yg paling konyol yg terfikirkan setelah mendengar cerita itu. Kawan, adakah hubungannya / lebih tepatnya ; benarkah tamparan orang yg marah bisa bikin botak ?? haha,, * satu hal yg terlupa : saya lupa Tanya apa yg dimarahi itu berambut lebat atau sudah bot*k? :D. Hingga sekarang ini saya kadang masih suka tersenyum dgn perasaan teraduk jika ingat cerita itu.

Kenyataan tentang bahwa marah memang sesuatu hal yg wajar & sangat mungkin bagi siapa saja juga terbukti saat saya mengikuti sebuah acara dimana slh satu diantara serangkaian acaranya adalah sebuah acara khusus wanita, utk para Ibu dan calon Ibu dengan bintang tamu Hj. Neno Warisman di Banda beberapa tahun silam. Saya ingat jelas bagaimana seorang Neno yg selalu tampak lincah itu bertanya pada audiens yg kesemuanya wanita itu & kebanyakan Ibu2 itu : “ Siapa disini yg tak pernah marah sama anaknya ?” /Tak ada yg tunjuk tangan/. “ Tak pernah marah selama 3 bulan ?” / Belum juga ada yg angkat tangan/. “ Belum pernah marah sama anaknya slm 3 minggu ini ?” / tetap belum ada yg teracung tangannya/. “ Kalau yg belum pernah marah sama anaknya selama 3 hari ?” / akhirnya ada yg angkat tangan. * dan tahukah kawan, dari audiens yg hampir mencapai 2 ratusan wanita yg memang kebanyakan Ibu2, hanya satu tangan yg terangkat utk jawaban itu. Hanya satu Ibu. Hingga akhirnya setelah hal itu ditanyakan pada anaknya yg berdiri disebelah ibunya itu ber”saksi” utk sang Ibu itu, Neno Warisman memberikannya hadiah. Setelah itulah kemudian agenda acara itu diisi dengan Tausiah(Nasehat) tentang bagaimana semestinya sikap seorang wanita dlm mengemban perannya yg beragam tmsk slh satunya sbg Ibu.
Setelah 3 kasus hasil pengamatan tentang marah itu akhirnya saya sempat menyimpulkan beberapa hal. Marah adalah suatu keadaan yg memang lumrah, wajar dialami siapapun didunia ini krn itu jg merupakan suatu ekspresi emosi yg memang potensinya jg pemberian dariNya. Tdk bisa dipungkiri bahwa terkadang kondisi kita ketika marah / sikap kita ketika marah akan jadi sangat berbeda / tak terduga & jauh dari saat kita dlm kondisi “normal” biasanya, itu sebabnya terkadang beberapa org lain bisa jd terkejut & tak menyangka kita bisa bersikap seolah bukan kita yang “dikenalnya”. Hingga akhirnya terfikirkan : Bahwa orang yg hebat bukanlah yang tak bisa / tak pernah marah, tapi orang yg bisa mengendalikan emosi & dirinya ketika marah. Begitulah kira2. Jadi bagi saya salah besar jika sebagian orang merasa bahwa orang baik / orang sabar itu harusnya tidak boleh marah. Saya lebih setuju dengan teori Pak Mario : * Orang baik bukan tidak boleh marah, tetap marah namun tidak menggunakan kemarahannya untuk merusak hubungan baik dengan orang lain *. Kalimat itu terdengar lebih bijak dan manusiawi bukan ? . Lebih kurangnya, saya sendiri kagum dengan orang orang yang sikapnya begitu “anggun” dan “ santun” meski dlm kondisi marah. Great Person !! begitulah kira2, krn memang bukan hal yg mudah menaklukkan diri & sulutan2 setan kan ? apalagi ditambah kondisi2 yg medukung pula.
Hingga sejauh ini saya akhirnya semakin mengerti tentang bagaimana agama kita yg Indah ini menuntun umatnya dalam bersikap. Terkait dengan ini, : “ Dan janganlah ketidaksukaanmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu utk berlaku tidak adil. Berlaku adillah krn adil itu lebih dekat kpd takwa”(QS. AlMaidah:8). Subhanallah, tersadarkan bahwa memang ketika kita dlm kondisi marah/ emosi, bukan tdk mungkin kita bersikap tidak adil pada orang2 yg membuat kita marah kan ??

Ya, memang pada akhirnya disadari atau tidak sesungguhnya yang bisa membuat kita menjaga sikap utk tetap baik pd seburuk buruknya kondisi / perlakuan orang pada kita adalah ketaatan pd Nya. Keyakinan bahwa Allah melihat tiap sikap, kata, bahkan bisikan hati. Agaknya kesadaran ini juga yang membuat Umar bin Khattab menurunkan pedangnya ketika ia telah berhasil menodong seorang musuh kepohon dan ia tinggal menarik pedangnya untuk memutuskan leher musuh. Sebabnya sang musuh yg terdesak malah meludahi wajah Umar. * kebayang ngak sih tu orang udah kalah malah meludahi Umar pula ? kalau kita? Mungkin yg tadinya Cuma ingin putusin leher malah berubah pengen cincang tu orang ?. Tapi apa yang Umar lakukan ? Ia malah melepaskan sang musuh. Tentu saja musuh itu keheranan dan bertanya kenapa ? & jawaban Umar ? “ Aku takut niatku membunuhmu bukan karena Allah tapi karena rasa marahku “. Allahhu Akbar. Bayangkan ! Umar gitu lo ? yg terkenal keras terhadap kafir saja begitu hati2 pada niatnya ? . Dan tau kelanjutannya ? Sang musuh justru terkagum dan masuk Islam. Ah.. andai saja kita bisa mengelolah marah dengan begitu indahnya…

Hingga dipenghujung catatan ini, saya hanya ingin saling mengingatkan bahwa sangat penting mengendalikan diri ketika marah. Jangan sampai cara kita marah malah membuat orang lain beranggapan negative & tak menangkap pesan + dari sebab kemarahan kita itu. Hanya orang2 hebat yg marah dengan alasan2 hebat, serupa : marah karena Islam & kebenaran diremehkan, dilecehkan. Tentu itu adalah alasan yg pantas kan ? . Akhirnya, sebagai manusia tentulah kita terus berproses slm hidup utk terus menjadi lebih baik, karena menjadi lebih baik adalah kebutuhan abadi kan ? . Wallahhu’alam.

In the best place in The World. 5 November 2011.
Don’t Stop In Good Level If Better Still Possible. ^_^.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar